Birokrasi di Indonesia
Birokrasi di Indonesia
Birokrasi
adalah entitas penting suatu negara. Apa yang dimaksud dengan birokrasi? Secara
etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein (pemerintahan),
yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Dilihat dari asal katanya,
birokrasi merupakan gabungan dari dua kata yaitu bureau yang berarti office
table (meja kantor) yang bertujuan sebagai alat kerja manusia atau dapat juga
diartikan sebagai hukum yang menjadi dasar aturan-aturan dan cracy yang
bermakna power (kekuasaan) dalam bentuk authority (kewenangan atau otoritas)
dan legitimation (pengakuan). Secara ringkas birokrasi bisa diartikan sebagai
orang yang diberi wewenang untuk menjalankan kekuasaan.
Birokrasi
adalah suatu prosedur yang efektif dan efisien yang didasari oleh teori dan
aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi/institusi. Salah satu peran birokrasi adalah
menjalankan fungsi pemaduan kepentingan dalam sistem politik Indonesia.
Pemaduan kepentingan adalah merupakan suatu kegiatan yang menampung,
menganalisis, dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda-beda dari
masyarakat bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum,
kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
politik. Sistem politik adalah suatu keseluruhan komponen-komponen atau
lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik yang kegiatannya menyangkut
penentuan kebijakan umum (public policies) dan bagaimana kebijakan itu
dilaksankan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan Negara atau pemerintahan.
Selanjutnya, berinteraksi berdasarkan proses-proses (proses saling
pengaruh-mempengaruhi) yang dapat diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Birokrasi
dan politik bagai dua mata uang yang tidak akan pernah terpisahkan satu sama
lain. Birokrasi dan politik memang merupakan dua buah institusi yang memiliki
karakater yang sangat berbeda, namun harus selalu saling mengisi. Dua karakter
yang berbeda antara dua institusi ini pada satu sisi memberikan sebuah ruang
yang positif bagi apa yang disebut dengan sinergi.
Politik
adalah suatu proses dimana masyarakat memutuskan bahwa aktivitas tertentu
adalah lebih baik dari yang lain dan harus dilaksanakan. Dengan demikian
struktur politik meliputi struktur hubungan antara manusia dengan pemerintah.
Selain itu, struktur politik merupakan bangunan yang nampak secara jelas
(kongkret) dan yang tak nampak secara jelas. Faktor-faktor yang bersifat
informal yang dalam kenyataan mempengaruhi cara kerja aparat masyarakat untuk
mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengkonversi tuntutan, dukungan, dan
masalah tertentu dimana tersangkut keputusan yang berhubungan dengan
kepentingan umum. Lembaga yang dapat disebut sebagai mesin politik resmi atau
formal, yang dengan absah mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan
menjalankan segala keputusan yang mengikat seluruh anggota masyarakat untuk
mencapai kepentingan umum. Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki
suatu negara dalam mengatur pemerintahannya.
Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis,
absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti sistem pemerintahan
itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun
minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan,
ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan
demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan
sistem pemerintahan tersebut.
Hingga
saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu
secara menyeluruh. Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana
kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara
dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal
dari rakyatnya itu sendiri.
Sorotan tajam penggunaan istilah birokrasi pada
pengertian yang kurang baik, yaitu birokrasi sebagai inefisiensi organisasi (administrative
inefficiency). Biasanya pengertian yang kurang baik ini mencerminkan cara
kerja aparatur pelayanan pemerintah yang memiliki kinerja rendah. birokrasi itu
terdapat pada semua organisasi kerjasama manusia, termasuk organisasi birokrasi
pemerintah yang berfungsi sebagai instrumen pemerintah untuk mencapai
tujuan-tujuan; peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas pendidikan,
menciptakan ketertiban keamanan dan pelayanan serta pengayoman masyarakat atau
dengan kata lain mencakup seluruh tugas dan fungsi pemerintah umum.
Max Weber (Martani) tidak
memberikan defenisi yang jelas tentang birokrasi. Weber hanya mengajukan
ciri-ciri ideal birokrasi, yaitu:
(1) adanya pengaturan ataupun pengorganisasian
fungsi-fungsi resmi untuk suatu kesatuan yang utuh;
(2) adanya pembagian kerja yang jelas di dalam
organisasi;
(3) adanya pengorganisasian yang mengikuti
prinsip-prinsip hirarki, yaitu tingkatan yang lebih rendah diawasi dan diatur
oleh tingkatan yang lebih tinggi;
(4) adanya sistem penerimaan dan penempatan
karyawan yang didasarkan atas kemampuan teknis, tanpa memperhatikan koneksi,
hubungan keluarga maupun favoritisme;
(5) adanya pemisahan antara pemilikan alat produksi
maupun administrasi dari kepemimpinan organisasi;
(6) adanya obyektivitas dalam melaksanakan tugas
yang berkaitan dengan suatu jabatan dalam organisasi;
(7) kegiatan administratif, keputusan-keputusan dan
peraturan-peraturan dalam organisasi.
Maka dapat ditegaskan bahwa yang
dimaksud birokrasi disini adalah keseluruhan organisasi pemerintah yang
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat
dalam berbagai unit organisasi pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat.
Ruang lingkup birokrasi dapat
diketahui berdasarkan perbedaan tugas pokok dan misi yang mendasari organisasi
birokrasi adalah :
- Birokrasi pemerintahan umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum dari tingkat pusat sampai daerah (Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa/Kelurahan).
- Birokrasi fungsional, yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan umum pemerintahan.
- Birokrasi pelayanan (Service-Bureaucracy), yaitu unit organisasi yang pada hakekatnya melaksanakan pelayanan langsung dengan masyarakat.
Birokrasi
memiliki peranan dalam fungsi politik, yang dimaksud fungsi politik disini
adalah pemenuhan tugas dan tujuan struktur politik. Jadi, suatu struktur
politik dapat dikatakan berfungsi apabila sebagian atau seluruh tugasnya
terlaksana dan tujuannya tercapai. Oleh karena itu, struktur politik di bedakan
atas infrastruktur politik, yaitu struktur politik masyarakat atau rakyat,
suasana kehidupan politik masyarakat, sektor politik masyarakat, dan
suprastruktur politik, yaitu struktur politik pemerintahan, sektor
pemerintahan, suasana pemerintahan.
Analisis
kinerja organisasi tak dapat dilepaskan dari kinerja individu terhadap hubungan
yang sangat kuat antara kinerja individu dengan kinerja organisasi. Organisasi
yang memiliki kinerja individunya tinggi akan memberi konstribusi besar
terhadap kinerja organisasi. Karakteristik organisasi birokrasi adalah hirarki,
tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem reward dan sistem kontrol.
Interaksi antara karakteristik individu dan karakteristik organisasi akan
melahirkan perilaku organisasi sekaligus kinerja organisasi.
Salah
fungsi politik yang dijalankan birokrasi adalah fungsi pemaduan kepentingan
(Agregasi kepentingan), pemaduan kepentingan adalah Merupakan proses perumusan
alternatif dengan jalan penggabungan atau penyesuaian kepentingan-kepentingan
yang telah diartikan atau dengan merekrut calon-calon pejabat yang menganut
pola kebijaksanaan tertentu. Lebih lanjut akan dijelaskan pada pembahasan
mengenai peranan birokrasi dalam pemaduan kepentingan pada sistem politik
Indonesia.
A. Sejarah Konsep Birokrasi
Konsep
birokrasi dimunculkan oleh M De Gourney. Melalui surat tertanggal 1 Juli 1764
yang ditulis Baran de Grim, merujuk pada gagasan Gourney yang mengeluh tentang
pemerintahan yang melayani dirinya sendiri.
Ide
tentang birokrasi bukan sesuatu yang baru. Merupakan kekeliruan kalau kita
mengira konsep ini baru muncul. Keluhan atas pemerintahan pun bukan hal baru,
yaitu setua usia pemerintahan itu sendiri. Machiavelli, misalnya: dalam
nasihatnya kepada pangeran meminta pangeran memilih yang cakap dan mengaji
mereka agar tidak mencari penghasilan dari sumber lain.
Sejak
muncul gagasan oleh Gourney, istilah birokrasi diadoptasi secara luas dalam
kasus politik di Eropa selama abad 18. Istilah Prancis Bureacratie ini, dengan
cepat diadopsi dalam makna yang sama di Jerman dengan sebutan bureaukratie. Istilah birokrasi yang
berkembang secara luas selepas periode de Gourney.
B. Definisi Birokrasi
Jika mendengar
kata birokrasi, maka langsung yang ada dalam pikiran kita adalah bahwasanya
kita berperan dengan sesuatu prosedur yang berbelit-belit. Pendapat yang
demikian tidaklah dapat disalahkan seluruhnya, namun demikian apabila
orang-orang yang duduk dibelakang ”meja” taat pada prosedurnya.
Sebagai Negara
yang sedang melaksanakan pembangunan dan pembaharuan dalam segala sektor
kehidupan maka peranan dari suatu birokrasi sangatlah besar dan penting baik
dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam pengawasan. Dalam sistem politik,
pemerintahan dan birokrasi merupakan struktur politik penting karena menyangkut
bagaimana pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan dilakukan.
“Government”, demikian Almond dan Powell Jr mengemukakan, “is a set of policy
making and policy implementing structures with binding authority over a
particular territory”.
Menurut Almond
dan Powell Jr, agen-agen pemerintahan meskipun terspesialisasi dalam banyak
cara adalah multifungsional. Agen-agen eksekutif membuat kebijakan sebagaimana
memperkuat dan mengambil keputusan-keputusan, agen-agen legislatif
berpartisipasi dalam implementasi kebijakan (pada saat melakukan investigasi,
misalnya) seperti halnya partisipasi yang mereka lakukan dalam membuat
kebijakan.
Untuk
merencanakan suatu pembangunan yang efisien dan efektif, birokrasi (pemerintah)
mau tidak mau memang harus menampung segala aspirasi dan kepentingan
kelompok-kelompok dari masyarakat sebagai dasar dari program pembangunan yang
akan dilaksanakan tersebut. Artinya segala input dari masyarakat baik itu
berupa tuntutan (resources), permintaan (demands) maupun dukungan (supports)
ditampung untuk kemudian diseleksi dan dipisahkan mana yang berbeda dan
menyatukan mana yang sama yang kemudian dirumuskan dalam rumusan yang lebih
umum untuk diajukan kepada struktur yang mengambil keputusan dalam sistem
politik.
Konsep
birokrasi dimunculkan oleh M De Gourney, melalui surat tertanggal 1 Juli 1764
yang ditulis Baran de Grim, merujuk pada gagasan Gourney yang mengeluh tentang
pemerintahan yang melayani dirinya sendiri. De Gourney menyebutkan
kecenderungan itu sebagai penyakit yang disebutnya bureaumania.
- Secara etimologi, birokrasi berasal dari kata “biro” (bureau) yang berarti kantor ataupun dinas, dan kata “krasi” (cracy, kratie) yang berarti pemerintahan. Menurut Arifin Rahman (1998:136) secara umum birokrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas Negara dalam berbagai unit organisasi pemerintah dibawah departemen dan lembaga-lembaga non-departemen, baik di pusat maupun di daerah, singkatnya birokrasi itu adalah suatu sistem pemerintahan yang menjalankan fungsi politik dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan dari sistem politik. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
- Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisasikan secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi.
- Blau dan Page
Blau dan Page
(1956) mengemukakan birokrasi “sebagai tipe dari suatu organisasi yang
dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara
mengkoordinasi secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”.
Berdasarkan
pengertian birokrasi yang menyatakan bahwa birokrasi merupakan
organisasi-organisasi yang didirikan secara resmi dan dibentuk untuk
memaksimumkan efisiensi administrasi dalam pemerintahan dan pembangunan yang
menyangkut kelembagaan, aparat, sistem dan prosedur dalam melaksanakan kegiatan
demi kepentingan umum atau masyarakat. Organisasi-organisasi tersebut yang
terdiri dari kelembagaan, aparat,, sistem dan prosedur merupakan suatu kelompok
khusus dalam masyarakat yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama, yang
artinya kita sebagai warga Negara memiliki
tujuan-tujuan yang sejalan.
Selain itu juga
sebagai suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan karena itu
mempunyai tanggung jawab yang khusus. Birokrasi dimaksudkan sebagai kekuasaan
dipegang oleh orang-orang yang berada di belakang meja, karena segala
sesuatunya diatur secara legal dan formal oleh para birokrat. Namun demikian
diharapkan pelaksanaan kekuasaan tersebut dapat dipertanggung jawabkan dengan
jelas, Karena setiap jabatan diurus oleh orang (petugas) yang khusus,
orang-orang yang duduk di pemerintahan memang harus benar-benar menjalankan
perannya dan dapat mempertanggung jawabkan segala kebijakan-kebijakan yang
telah dibuat.
Di Indonesia
jika ada bahasan mengenai birokrasi maka persepsi orang tidak lain adalah
birokrasi pemerintah. Birokrasi dengan segala macam cacatnya menjadi milik
pemerintah. Birokrasi pemerintah seringkali diartikan sebagai officialdom atau
kerajaan pejabat. Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu dalam
birokrasi pemerintah.
Kekuasaan
pejabat ini sangat menentukan, karena segala urusan yang berhubungan dengan
jabatan itu maka orang yang berada dalam jabatan itu yang menentukan.
Jabatan-jabatan itu disusun dalam tatanan hierarki dari atas ke bawah. Jabatan
yang berada di hierarki atas mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada
jabatan yang berada di tataran bawah. Semua jabatan itu lengkap dengan
fasilitas yang mencerminkan kekuasaan tersebut, misalnya mobil dinas, rumah
dinas dan sebagainya yang memang disediakan khusus bagi mereka yang memeiliki
jabatan penting di dalam pemerintahan.
Di luar hierarki kerajaan pejabat dan jabatan itu
terdampar rakyat yang powerless, artinya masyakarat disini lemah dihadapan
pejabat birokrasi tersebut. Itulah sebabnya birokrasi pemerintah acapkali
disebut kerajaan yang jauh dari rakyat. Dengan fasilitas-fasilitas yang telah
mereka peroleh dan mereka nikmati membuat mereka terlena, dan seakan-akan
mereka lupa akan kewajiban mereka dan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh
rakyat.
Saat
mencalonkan diri untuk duduk di pemerintahan mereka mengumbar-umbar janji manis
kepada rakyat, namun setelah mereka berhasil menduduki pemerintahan mereka
seakan tidak pernah berjanji pada rakyat. Memang tidak secara keseluruhan
orang-orang yang duduk di pemerintahan demikian, tetapi sebagian saja yang
menurut saya seperti itu, dan kenyataannya yang kita lihat dan rasakan pun
memang seperti itu.
Salah satu
peranan birokrasi yang merupakan tugas dan kewenangan atau hak dan kewajiban
yang melekat dalam struktur tertentu baik yang secara formal dirumuskan dalam
konstitusi maupun tidak dirumuskan dalam konstitusi yang kesemuanya itu dalam
rangka mencapai tujuan sistem politik yang bersangkutan. Salah satu dari fungsi
politik yang dilaksanakan oleh birokrasi (pemerintah) adalah pemaduan
kepentingan (Interest Aggregation). Dalam sistem politik mempunyai berbagai
macam cara untuk mengagregasikan kepentingan atau tuntutan yang telah
diartikulasikan oleh kelompok-kelompok kepentingan, lembaga-lembaga atau
badan/organisasi yang lainnya.
Fungsi pemaduan
kepentingan (Aggregation kepentingan) adalah merupakan suatu kegiatan yang
menampung, menganalisis, dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda-beda
dari masyarakat bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum,
kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
politik. Agregasi kepentingan oleh Almond (dalam Arifin Rahman,1998:75)
diartikan sebagai fungsi mengubah atau mengkonversikan tuntutan-tuntutan sampai
menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan umum.
Dalam
masyarakat terdapat berbagai kepentingan dan tuntutan yang tercermin dalam
tuntutan berbagai kelompok kepentingan. Tuntutan atau kepentfingan tersebut
menyangkut aspirasi dan keinginan masyarakat baik bersifat material maupun
spiritual (jasmani dan rohani), singkatnya menyangkut berbagai aspek kehidupan
duniawi dan manusiawi. Fungsi pemaduan kepentingan ini berupa menampung
berbagai kepentingan dalam masyarakat kemudian menyeleksi dan memisahkan yang
berbeda dan menyatukan yang sama, kemudian merumuskannya dalam rumusan yang
lebih umum, sistematis sehingga semua kepentingan masyarakat tersebut dapat
dipadukan dengan sistematis dalam bentuk beberapa alternatif policy untuk
diajukan kepada struktur yang mengambil keputusan dalam sistem politik.
Dalam
masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan acap kali
bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya
dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi
bermutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang canggih,
tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dengan kehendak untuk mendapatkan
dan mempertahankan pekerjaan; antara kehendak untuk mencapai dan mempertahankan
pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan jumlah penerimaan
mahasiswa yang lebih sedikit dengan kehendak masyarakat untuk menyekolahkan
anak ke perguruan tinggi; antara kehendak menciptakan dan memelihara kestabilan
politik dengan kehendak berbagai kelompok, seperti mahasiswa, intelektual,
pers, dan kelompok agama untuk berkumpul dan menyatakan pendapat secara bebas.
Banyak sistem
politik dengan berbagai macam struktur yang menjalankan fungsi agregasi
kepentingan, biasanya menjalankan pula fungsi arikulasi kepentingan. Pada
umumnya struktur yang menjalankan fungsi agregasi kepentingan adalah birokrasi
dan partai politik. Di sini saya membahas bagaimana peranan birokrasi dalam
pemaduan kepentingan pada sistem politik Indonesia.
Struktur
politik adalah susunan komponen-komponen politik yang saling berhubungan satu
sama lain atau secara fungsional diartikan sebagai pelembagaan hubungan antara
komponen-komponen yang membentuk sistem politik. Struktur politik suatu negara
menggambarkan susunan kekuasaan di dalam negara itu.
Sistem politik
adalah suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi
di bidang politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public
policies) dan bagaimana kebijakan itu dilaksankan, yaitu hal-hal yang
menyangkut kehidupan Negara atau pemerintahan. Selanjutnya, berinteraksi berdasarkan
proses-proses (proses saling pengaruh-mempengaruhi) yang dapat diramalkan untuk
memenuhi kebutuhan public.
Sistem politik
Indonesia disebut sebagai sistem politik demokrasi pancasila. Berdasarkan sila
keempat pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, memuat tiga prinsip dasar pelaksanaan sistem
pelaksanaan.
Sistem politik indonesia yaitu
sebagai berikut:
- Kedaulatan rakyat
- Pelaksanaan Kedaulatan Melalui
Sistem Perwakilan
- Di dalam Lembaga Perwakilan Selalu
Diusahakan Permusyawaratan.
Di dalam suatu
masyarakat atau Negara kadang-kadang kepentingan-kepentingan atau
tuntutan-tuntutan yang diberikan dikemukakan secara difusi (diffuse
statements), seperti pernyataan “kita menghendaki perubahan” atau “Ganyang
Kominis” atau “Berantas Korupsi, Kolusi, Manipulasi” dan lain-lain. mungkin
tuntutan itu dinyatakan secara manifest, tetapi mereka jarang memberikan
petunjuk yang akurat tentang kebijaksanaan untuk membuat keputusan.
Yang diharapkan
disini seharusnya adalah segala tuntuntan-tuntutan yang dikemukakan oleh setiap
masyarakat dapat disertai dengan solusi-solusi yang tepat untuk kepentingan
bersama. Namun pada hakekatnya, perbedaan kepentingan itulah yang membuat
pemenuhannya sangat sulit. Dalam hal ini, pemerintah selaku pemegang kekuasaan
dituntut untuk bersikap bijak dalam mengambil keputusan sehingga
tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh masyarakat bukan hanya problema yang tidak
pernah tuntas, namun diberikan respon yang positif terhadap kondisi yang sedang
tercipta sebagai implikasi dari mekanisme sistem politik.
Dengan
demikian, sudah sepantasnya para pemegang kekuasaan pro dengan kepentingan
rakyat, guna mewujudkan cita-cita yang telah dituangkan dalam regulasi yang ada
di Indonesia. Dalam hal ini, dibutuhkan sebuah kerjasama antar unsur-unsur yang
menjadi bagian dari sistem politik sehingga tercipta sebuah mekanisme yang
seimbang dalam sistem politik Indonesia.
C. Tujuan dan Manfaat Birokrasi
1. Tujuan birokrasi
a. Sejalan
dengan tujuan pemerintahan
b. Melaksanakan
kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan Negara,
c. Melayani
masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional,
d. Menjalankan manajemen pemrintahan, mulai dari
perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, dll.
2. Manfaat Birokrasi
a. Memsistematiskan, mempermudah, mempercepat, mendukung,
mengefektifkan, dan mengefisienkan pencapaian tujuan – tujuan pemerintahan,
b. Memudahkan masyarakat dan
pihak yang berkepentingan untuk memperoleh layanan dan perlindungan,
c. Menjamin ke
berlangsungan sistem pemerintahan dan politik suatu Negara.
D. Karateristik Birokrasi
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa birokrasi
dimaksud agar kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang berada di belakang meja,
karena segala sesuatunya diatur secara legal dan formal oleh para birokrat.
Sepertinya yang dikatakan Blau dan Page, bahwa birokrasi
dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi yang besar. Hal itu
sangat dapat berlaku pada organisasi besar seperti organisasi pemerintahan,
karena pada organisasi pemerintahan segala sesuatu diatur secara formal.
Selama ini banyak pakar yang meneliti dan menulis
tentang birokrasi bahwa fungsi staf pegawai administrasi harus memiliki
cara-cara yang spesifik agar lebih efektif dan efisiensi:
1. Kerja yang
ketat pada peraturan (rule)
2. Tugas yang
khusus (spesialisasi)
3. Kaku dan
sederhana (zakelijk)
4.
Penyelenggaraan yang resmi (formal)
5.
Berdasarkan logika (rasional)
Hal di atas merupakan prinsip dasar dan karakteristik
yang ideal dari suatu birokrasi. Karakteristik tersebut idealnya memang
dimemiliki oleh para birokrat. Blau dan Page; birokrasi untuk melaksanakan
tugas administrasi yang besar.
E. Fungsi dan Tipe ideal Birokrasi.
Fungsi birokrasi adalah sebagai berikut:
1. Pemelihara wewenang/ kekuasaan yang sah, pengelolaan ekonomi dan
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa rakyat
2. Sebagai pelaksana teknis
kebijakan pemerintah termasuk di dalamnya pelayanan kepada rakyat
Untuk melaksanakan fungsi, maka karakteristik birokrasi harus ideal.
Dengan mengutip Max Weber seorang sosiolog Jerman. Tjokroamidjojo mengemukakan
ciri utama stuktur birokrasi di dalam tipe idealnya adalah:
1. Prinsip pembagian kerja
Kegiatan-kegiatan regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi dibagi dalam cara-cara yang tertentu sebagai tugas-tugas jabatan.
Dengan adanya pembagian kerja yang jelas ini dimungkinkan pelaksanaan pekerjaan
untuk tenaga-tenaga spesialis dalam setiap jabatan.
2. Stuktur hirarkhis
Pengorganisasian jabatan-jabatan mengikuti prinsip hirarkhis yaitu
jabatan yang lebih rendah berada dibawah penggawasan/ pimpinan dari jabatan
yang lebih atas.
3. Aturan dan prosedur
Pelaksanaan kegiatan didasarkan pada suatu sistem pengaturan yang
konsisten. Sistem standar dimaksudkan untuk menjamin adanya keseragaman
pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa melihat pada jumlah orang yang
terlibat didalamnya.
4. Prinsip netral (tidak
memihak)
Pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban di
dalam semangat “formalistic impersonality” (formil non pribadi), artinya tanpa
perasaan simpati atau tidak simpati.
5. Penerapan didasarkan pada
karir
Penempatan kerja di dalam organisasi birokrasi didasarkan pada
kualifikasi teknis dan dilindungi terhadap pemberhentian sewenang-wenang.
6. Birokrasi murni
Pengalaman menunjukan bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu
organisasi administrasi dilihat dari segi teknis akan dapat memenuhi efisiensi
tingkat tinggi.
F.
Etika Birokrasi
Etika merupakan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang/ suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya/
kumpulan nilai moral. Untuk dapat menjadi pegangan atau rujukan seseorang/
suatu kelompok tersebut, maka nilai-nilai moral tersebut diwujudkan dalam
bentuk kode etik. Misalnya, kode etik kedokteran, kode etik pers. Etika di atas
jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung
dari penilaian masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan
landasan normative yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri
dan landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam
Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.
G. Etika
Birokrasi dalam Pelaksanaan
Berdasarkan pengertian birokrasi yang
menyatakan bahwa birokrasi merupakan organisasi-organisasi didirikan secara
resmi dan dibentuk untuk memaksimumkan efisiensi administrasi dalam
pemerintahan dan pembangunan yang menyangkut kelembagaan, aparat, sistem dan
prosedur dalam melaksanakan kegiatan demi kepentingan umum atau masyarakat.
Agar pelaksanaan kode etik berhasil dengan
baik maka pelaksanaannya diawasi terus-menerus dan kode etik mengandung sanksi
bagi pelanggar kode etik. Bila terjadi kasus pelanggaran kode etik akan dinilai
dan ditindak oleh “suatu dewan kehormatan” atau komisi yang dibentuk untuk
keperluan itu.
Penerapan etika birokrasi dalam pemerintahan
dituangkan kedalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dalam PP nomor 42 tahun 2004
dan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayananan Publik dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003.
H.
Pelaksanaan Etika Birokrasi
Pada umumnya, penyusunan kode etik minimal didasari oleh
empat aspek pertimbangan sebagai berikut:
1. Profesionalisme
Keahlian
khusus yang dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari pendidikan
formal (dokter, akuntan, pengacara, dll), dari bakat (penyanyi, pelukis,
pianis, dll), serta dari kompetensi mengerjakan sesuatu (direktur, pegawai,
pejabat, dll).
2. Akuntabilitas
Kesanggupan
seseorang untuk mempertanggungjawabkan apapun yang dilakukan berkaitan
dengan profesi serta peranannya sehingga ia dapat dipercaya.
3. Menjaga
kerahasiaan
Sebuah
kemampuan memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam memberikan
informasi.
4. Independensi
Sikap
netral, tidak memihak, menyadari batas-batasan dalam mengungkapkan sesuatu juga
merupakan salah satu pertimbangan kode etik.
I.
Pelaksanaan Birokrasi di Indonesia
Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk,
khususnya semasa Orde Baru dimana yang menjadikan birokrasi sebagai mesin
politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal.
Ketidak pastian waktu, ketidak pastian biaya, dan ketidak pastian siapa yang
bertanggung jawab adalah beberapa fakta – fakta, rusaknya layanan birokrasi.
Lebih dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima
terhadap maraknya korupsi, kolusi, nepotisme. Pejabat politik yang mengisi
birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga
membentuk sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat
birokrasi tidak dapat dibedakan.
Mengutip catatan guru besar ilmu politik Universitas
airlangga Ramlan Surbakti mengenai fenomena birokrasi di Indonesia, kewenangan
besar dimiliki birokrat sehinggga hampir semua aspek kehidupan masyarakat
ditangani birokrasi. Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya
menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana
kebijakan, lebih bersifat menguasai dari pada melayani masyarakat. Akhirnya,
wajar saja jika kemudian birokrasi dianggap sebagai sumber masalah atau beban
masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat.
Fenomena ini terjadi karena trasisi birokrasi yang dibentuk
lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber
dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh prajan
daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi politisi birokrasi.
Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan kekuasaan.
Pasca reformasi pun para pejabat politik yang kini menjabat
dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan budaya tersebut dengan mengaburkan
antara pejabat karier dengan nonkarier. Sikap mental seperti iini dapat membawa
brokrasi pemerintahan Indonesia kembali kepada kondisi birokrasi pemerintahan
pada masa orde baru.
1.
Hubungan Birokrasi dan Politik
Saat ini politisasi birokrasi masih menjadi hal yang tak
bias dielakan lagi. Pasalnya netralisasi birokrasi belum dapat diciptakan,
termasuk dalam pengisian jabatan – jabatan tertentu. Hubungan birokrasi dan
politik menjadi topik yang hangat untuk didiskusikan. Sejak zaman orde lama
sampai orde baru ternyata juga diwarnai oleh semangat “cinta” dan “benci”,
semangat ini yang kemudian merusak hubungan Soekarno Hatta karena ketidak
sepakatan mereka tentang hal ini, sebab Hatta ingin birokrasi yang profesional
untuk mengisi kemerdekaan, sementara Soekarno ingin birokrasi juga harus
dilibatkan dalam gerakan politik.
Birokrasi dipandang sebagi mesin untuk mencapai target –
target pembangunan, pada saat menurunnya regim orde lama hubungan antara
birokrasi dan politik berubah format lagi, menguatnya peran partai politik
sebagai konsekuensi diberlakukannya system multi partai berimplikasi bahwa,
secara diam – diam Indonesia telah menganut asas parlemen menyebabkan meskipun
Indonesia menganut asas presidensial harus mengakomodasi orang partai untuk
duduk dikabinet.
2.
Pengaruh Birokrasi terhadap Politik
Birokrasi menjadi alat
pembangunan yang utama dan di dalam beberapa Negara bahkan menjadi alat yang
utama sebagi alat pembangunan, birokrasi memiliki posisi dan peran yang
stategis. Hal ini karena birokrasi menguasai aspek dari hajat orang hidup
masyarakat, mulai dari pernikahan, usaha hingga urusan kematian, masyarakat
tidak dapat menghindar dari urusan birokrasi, ketergantungan masyarakat sendiri
terhadap birokrasi juga masih sangat besar.
Birokrasi menguasai akses – akses SDA, anggaran, pegawai,
proyek –proyek serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak
dimiliki pihak lain. Birokrasi juga memegang peran penting dalam perumusan
pelaksanaan dan pembangunan berbagai kebijakan public, serta dalam evaluasi
kinerjanya. Dalam posisi yang stategis seperti itu adalah logis apabila pada
setiap perkembangan politik selalu terdapat upaya menarik birokrasi pada area
permainan politik.
Birokrasi dimanfaatkan untuk mencapai, mempertahankan,
memperkuat kekuasaan untuk partai/ pihak pemegang kekuasaan. Pada prakteknya
upaya menarik gerbang birokrasi kedalam politik dan kekuasaan sudah terlihat
sejak lama, yakni sejak negara ini berdiri sendiri, sejak awal kemerdekaan
birokrasi telah menjadi obyek dan alat politik. Birokrasi menjadi objek
pertarungan kepentingan dan arena perlombaan pengaruh partai politik sehingga
menimbulkan polarisasi dan fragmentasi birokrasi dan terjadi perubahan politik
ke era demorasi terpimpin tidak menghasilkan perubahan politik ke era Demokrasi
Tetrpimpin tidak menghasilakan perubahan mendasar dalam birokrasi.
J. Tipe-tipe Birokrasi Negara
Untuk melihat
tipe-tipe birokrasi negara, dapat kiranya kita manfaatkan pemisahan tipe
birokrasi menurut ideal typhus Amerika Serikat. Ideal typhus tersebut lalu kita
komparasikan dengan apa yang ada di Indonesia.
Di Amerika
Serikat, terdapat 4 jenis birokrasi yaitu:
(1) The Cabinet
Departments (departemen-departemen di dalam kabinet),
(2) Federal
Agencies (agen-agen federal),
(3) federal
Corporation (perusahaan-perusahaan federal milik federal), dan
(4) Independent
Regulatory Agencies agen-agen pengaturan independen).
Departemen-departemen
dalam kabinet terdiri atas beberapa beberapa lembaga birokrasi yang dibedakan
menurut tugasnya. Ada departemen tenaga kerja, departemen pertahanan, atau
departemen pendidikan. Tugas utama dari departemen-departemen ini adalah
melaksanakan kebijaksanaan umum yang telah digariskan oleh lembaga eksekutif
maupun yudikatif.
Agen-agen
federal merupakan kepanjangan tangan dari lembaga kepresidenan. Ia dibentuk
berdasarkan pilihan dari presiden yang tengah memerintah, oleh sebab itu
sifatnya lebih politis ketimbang murni administratif. Organisasi NASA di sana
merupakan salah satu contoh dari agen-agen federal. Contoh dari birokrasi ini
juga diposisikan oleh FBI (Federal Bureau Investigation). Di Indonesia
agen-agen seperti ini misalnya Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Korporasi-korporasi federal
merupakan birokrasi yang memadukan antara posisinya sebagai agen pemerintah
sekaligus sebagai sebuah lembaga bisnis. Di Indonesia contoh yang paling
endekati adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Meskipun negara (eksekutif)
terkadang masih merupakan pihak yang paling menentukan dalam pengangkatan
pejabatnya, tetapi secara umum -----sebagai sebuah lembaga bisnis----- ia
memiliki otoritas untuk menentukan jenis modal dan juga memutuskan apakah
perusahaan akan melakukan pemekaran organisasi atau sebaliknya, perampingan. Di
Indonesia, contoh dari korporasi-korporasi milik negara ini misalnya Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA), Garuda Indonesia Airways (GIA), Perusahaan Listrik
Negara (PNL) atau Bank Mandiri.
Agen-agen Pengaturan Independen,
sebagai jenis birokrasi yang terakhir, merupkan birokrasi yang dibentuk
berdasarkan kebutuhan untuk menyelenggarakan regulasi ekonomi terhadap dunia
bisnis, di mana penyelenggaraan tersebut berkaitan secara langsung dengan
kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia kini dibentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) yang berfungsi untuk melakukan rekstrukturisasi kalangan bisnis
tanah air yang di masa lalu dianggap banyak merugikan keuangan negara, dan
secara lebih jauh, kesejahteraan masyarakat Indonesia akibat, katakanlah,
'kredit-kredit macet' mereka. Selain itu, contoh bisa kita sebutkan misalnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan
sejenisnya.
K. Peran Birokrasi
dalam Pemerintahan Modern.
Michael G. Roskin,
et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam
suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :
1. Administrasi
Fungsi
administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan,
perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan
bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang
telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif.
Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu
negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna
mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi
sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok
khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh
yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani
kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri
dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi
negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi
public service ini.
3. Pengaturan
(regulation)
Fungsi pengaturan
dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan
masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan
anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak.
Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul
Informasi (Information Gathering)
Informasi
dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami
sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan
disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh
sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu
menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan
uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK
tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas
idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan
ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan
SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.
Selain Roskin,
et.al., Andrew Heywood juga mengutarakan sejumlah fungsi yang melekat pada
birokrasi. Bagi Heywood, fungsi dari birokrasi adalah:
1.Pelaksanaan
Administrasi.
Fungsi ini serupa
dengan yang diutarakan Roskin, et.al, bahwa fungsi utama birokrasi adalah
mengimplementasikan atau mengeksekusi undang-undang dan kebijakan negara.
Sehubungan dengan fungsi ini, Heywood membedakan 2 peran di tubuh pemerintah.
Pertama, peran pembuatan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan politisi.
Kedua, peran pelaksanaan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan birokrat.
Sebab itu, kerap disebut bahwa suatu rezim pemerintahan disebut dengan
“administrasi.” Misalnya administrasi Gus Dur, administrasi Sukarno,
administrasi SBY, atau administrasi Barack Obama. Ini akibat kenyataan, suatu
kebijakan baru akan “terasa” jika telah dilaksanakan. Fungsi administrasi, oleh
karena itu, merupakan fungsi sentral dari birokrasi negara.
2.Nasehat Kebijakan
(Policy Advice)
Birokrasi
menempati peran sentral dalam pemberian nasehat kebijakan kepada pemerintah.
Ini akibat birokrasi merupakan lini terdepan dalam implementasi suatu
kebijakan, mereka adalah pelaksananya. Sebab itu, masalah dalam suatu kebijakan
informasinya secara otomatis akan terkumpul di birokrasi-birokrasi. Heywood
membedakan 3 kategori birokrat yaitu (1) top level civil servants, (2)
middle-rangking civil servants, dan (3) junior-ranking civil servants. Top
Level Civil Servant banyak melakukan kontak dengan politisi, sementara middle
dan junior civil servants lebih pada pekerjaan-pekerjaan rutin di “lapangan.”
Top Level Civil Servants dapat bertindak selaku penasehat kebijakan bagi para
politisi, dalam mana informasi pelaksanaan kebijakan mereka peroleh dari middle
dan junior civil servants.
3.Artikulasi
Kepentingan
Kendati bukan
fungsi utamanya guna mengartikulasi kepentingan (ini fungsi partai politik),
tetapi birokrasi kerap mendukung upaya artikulasi dan agregasi kepentingan.
Dalam tindak keseharian mereka, birokrasi banyak melakukan kontak dengan
kelompok-kelompok kepentingan di suatu negara. Ini membangkitkan kecenderungan
“korporatis” dalam mana terjadi kekaburan antara kepentingan-kepentingan yang
terorganisir dengan kantor-kantor pemerintah (birokrasi). Kelompok-kelompok
kepentingan seperti perkumpulan dokter, guru, petani, dan bisnis kemudian
menjadi “kelompok klien” yang dilayani oleh birokrasi negara. Pada satu ini
“klientelisme” ini positif dalam arti birokrasi secara dekat mampu mengartikulasikan
kepentingan kelompok-kelompok tersebut yang notabene adalah “rakyat” yang harus
dilayani. Namun, pada sisi lain “klientelisme” ini berefek negatif, utamanya
ketika birokrasi berhadapan dengan kepentingan-kepentingan bisnis besar seperti
Bakri Group (ingat kasus Lapindo), kelompok-kelompok percetakan dalam kasus
Ujian Nasional di Indonesia, dalam mana keputusan pemerintah “berbias”
kepentingan kelompok-kelompok tersebut.
4.Stabilitas
Politik
Birokrasi berperan
sebagai stabilitator politik dalam arti fokus kerja mereka adalah stabilitas
dan kontinuitas sistem politik. Peran ini utamanya kentara di negara-negara
berkembang dalam mana pelembagaan politik demokrasi mereka masih kurang handal.
0 Response to "Birokrasi di Indonesia"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan Dan Seperlunya Saja
Jangan Lampirkan Link Aktif !